Indonesia mendulang surplus neraca perdagangan pada Februari 2016 sebesar Rp 1,15 miliar. Penopang utamanya peningkatan ekspor non migas dari komoditas perhiasan atau permata sebesar US$ 980 juta atau naik signifikan 153,8 persen dibanding Februari 2015.

Dari data yang diterima Liputan6.com dari Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag), Nus Nuzulia Ishak di Jakarta, Minggu 20/3/2016, ekspor perhiasan terus mengalami peningkatan sejak 2010.

Ekspor perhiasan atau permata Indonesia sepanjang tahun lalu menembus US$ 5,49 miliar. Realisasi ini naik 18,21 persen dibanding nilai ekspor 2014 sebesar US$ 4,65 miliar.

Sementara di 2013, ekspor perhiasan hanya tercatat US$ 2,75 miliar, lalu senilai US$ 2,88 miliar di 2012, serta pada 2011 dan 2010 masing-masing mencetak nilai ekspor perhiasan US$ 2,59 miliar dan US$ 1,46 miliar.

Data Kemendag menunjukkan, ada 5 negara tujuan ekspor produk terbesar perhiasan dari Indonesia sepanjang 2015. Peringkat pertama diduduki Singapura dengan nilai US$ 1,74 miliar, disusul Swiss di urutan kedua sebesar US$ 941,41 juta.

Lanjut di posisi ketiga ada Taiwan yang mengimpor perhiasan dari Indonesia senilai US$ 798,32 juta. Di peringkat keempat, Jepang dengan nilai US$ 671,78 juta dan Hong Kong di urutan kelima dengan nilai ekspor perhiasan US$ 513,53 juta.

Sedangkan 5 produk perhiasan asal Indonesia yang sangat digemari negara lain dengan nilai ekspor tertinggi pada tahun lalu, yaitu perhiasan dan bagiannya dari logam mulia selain perak US$ 2,78 miliar, emas tidak ditempa US$ 833,97 juta, limbah dan scrap dari logam mulia senilai US$ 656,75 juta, emas dan bubuk emas US$ 543,42 juta serta perhiasan dan bagiannya dari perak senilai US$ 487,55 juta. (Fik/Zul)

Sumber: Bisnis Liputan6.com